Senin, 15 Februari 2016

Antara dua Samudera

Pemuda itu menangis tersedu-sedu di samping mihrab mesjid. Mushaf ia dekap erat-kuat ke dadanya. Sesekali ia me-lap air mata yang meleleh. Ia merasa begitu rapuh dan lemah. Begitu tak berdaya menghadapi seorang wanita. Ia telah tergila-gila pada wanita itu. Senyuman wanita itu bagai purnama di gelap gulita malam. Suara wanita itu laksana nyanyian bidadari yang merasuk ke pori-pori jiwanya.
Ia menangisi dirinya yang tak lagi bisa merasakan nikmatnya berzikir. Menangisi hatinya yang tak lagi bisa khusyuk dalam shalat. Menangisi pikirannya yang selalu membawanya terbang ke wanita itu. Oh, sungguh hebat deritanya. Dulu ia begitu kokoh dan teguh. Orang-orang menganggapnya seorang laki-laki yang punya prinsip dan berkarakter. Apalagi saat orang-orang tahu dia begitu mampu menjaga hubungan dengan wanita, popularitas keshalehannnya semakin dikenal dan menjadi buah bibir
Itu dulu, namun kini ia begitu tak berdaya dan rapuh. Wanita itu betul-betul telah membuatnya terpikat. Seorang wanita yang dalam pandangannya begitu anggun dan sempurna. Cantik, manis, cerdas, hafal al-Qur`an, sopan dan lembut dan lain-lainya. Seorang wanita yang menurutnya layak dijadikan pasangan hidup menuju sorga. Seorang wanita yang semua kriteria calon istri dambaan ia temukan pada dirinya.
Hampir tiap malam ia menangis. Jika dulu, ia menangis di kegelapan malam karena dimabuk rindu pada Sang Pencipta, kini ia menangis karena dimabuk rindu pada makhluk-Nya. Apakah Allah tengah menguji dirinya. Apakah Allah tengah menguji kejujuran cintanya. Ataukah memang sudah waktunya ia menikah.
Ia selalu teringat dengan pesan-pesan Ustadznya itu, sambil menyelesaikan studinya pesan-pesan itu masih terekam kuat dalam memorinya.
"Anakku, ketahuilah dalam perjalanmu menuntut ilmu nanti, kamu akan diuji dengan banyak hal, dengan kesusahan hidup, kesulitan biaya, lingkungan, kawan-kawan, dan lainnya. Teguhkan selalu niat di hatimu dan mintalah pertolongan pada Allah setiap waktu. Dan ingatlah, ujian terberat yang akan kamu hadapi nanti adalah wanita, maka berhati-hatilah menghadapi wanita. Jangan pernah mengikuti ajakan nafsu yang menyesatkan."
"Anakku, berpacaran yang saat ini banyak digandrungi anak-anak muda adalah sikap laki-laki bermental kerupuk dan pecundang dan tipe wanita yang tak punya harga diri, menjalin hubungan secara syar`i dan menikahi dengan cara-cara yang baik, itulah akhlak seorang laki-laki yang didamba dan sikap seorang wanita calon penghuni sorga. Bila godaan itu terasa berat bagimu, berpuasa tak sanggup mengobatimu, maka menikahlah, insya Allah itu lebih berkah dan mengantarkan pada kebaikan."
"Anakku, jika kamu mengira berpacaran itu adalah jalan menuju pernikahan, maka engkau telah tertipu oleh nafsumu. Engkau telah termakan bujuk rayu setan musuhmu. Apakah engkau mau memetik buah dari pohon sebelum waktunya? Apakah engkau mau membeli barang yang telah usang dan pernah dipakai orang?"
"Anakku, janganlah engkau mengira, pacaran yang Ustadz maksud bertemu dan jalan berdua-duaan semata, tapi jagalah matamu, pendengaranmu, hatimu dan pikiranmu. Janganlah menjadi pemuda yang lemah. Ingatlah, engkau adalah pemimpin, jangan biarkan hawa nafsu yang memimpinmu."
"Jika suatu saat nanti, dorongan untuk menikah begitu kuat dan menyesak di dadamu, engkau merasa telah siap, namun orang tua belum merestui dan ada jalan lain yang menghambat. Ustadz sarankan, bersabarlah, bersabarlah, dan bersabarlah. Sembari terus mencoba dan berdoa tiada henti pada Allah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Dan ketahuilah, orang-orang yang sabar akan mendapatkan pahala yang berlipat, dan orang-orang sabar akan memetik mutiara iman yang begitu banyak dalam kesabarannya itu. Dan yakinlah sesungguhnya bersama satu kesulitan ada banyak kemudahan."
"Anakku, jangalah engkau tergoda oleh nafsumu, janganlah engkau tertipu dengan bisikan musuhmu. Mungkin Allah tengah mengujimu, dan menyiapkan untukmu hadiah yang indah. Maka selalulah berbaik sangka pada Allah."
Nasehat-nasehat berharga itu begitu mampu menjadi penawar bagi hatinya yang gelisah. Tapi, itu hanya bertahan sebentar, ledakan perasaannya pada wanita itu ternyata lebih dahsyat dan meluap-luap. Pesan-pesan itu hanya bertahan sesaat, lalu ketika desakan perasaan itu kembali merasuki jiwa, ia menjadi begitu rapuh dan lemah.
Sampai pada akhirnya ia "sowan" ke Ustadznya. Ia menceritakan kegelisahan hatinya, keresahan jiwa, dan gejolak rasa yang selalu menyesak di dadanya. Ustadznya berpesan kembali,
"Anakku, Ustadz bisa memahami keadaanmu, barangkali sudah waktunya bagimu untuk menggenapkan setengah agamamu. Ustadz sarankan lakukanlah shalat istikharah, jika engkau menemukan ada tanda-tanda ke arah sana, maka lakukanlah shalat hajat sebanyak-banyaknya, insya Allah, mudah-mudahan dengan cara demikian Allah membuka jalan untukmu. Mintalah pada Allah dengan air mata penuh harap, menangislah sejadi-jadinya di hadapan Allah. Yakinlah, Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya."
Satu tahun kemudian, sesudah kesabaran yang panjang, setelah menyelesaikan studinya, ia pun menggenapkan setengah agamanya di penghujung bulan Juni 2005. Ia sangat bahagia. Kebahagiaan yang tak bisa dlukiskan dengan kata-kata. Ia telah menikah dengan wanita dambaannya, seorang wanita sorga yang Allah hadirkan ke bumi untuknya. Allah telah memilihkan untuknya seorang pendamping hidup yang mecintai Allah dan dirinya dengan sepenuh jiwa dan raga.
Tak sia-sia selama ini ia menjaga dirinya dari tergelincir pada perbuatan yang haram. Ia sampaikan kerinduannya terhadap wanita itu pada Allah setiap malam, ia titipkan penjagaan untuk wanita itu pada Allah setiap saat. Ia hantarkan doa-doa penuh ketulusan untuk kebaikan dan keselamatan wanita itu selama ini. Dan kini, Allah mengizinkannya untuk memetik buah kesabarannya selama ini. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan hamba yang berserah diri pada-Nya.
Namun apa hendak dikata, garis hidup tak selamanya linear. Orang Belanda bilang "Das sain" tak selalu sinkron dengan"das sollen" -Harapan tak selalu linear dengan Kenyataan-. Di tengah perjalanan masa-masa bulan madunya, sang istri harus opname ke Rumah Sakit sejak usia kehamilan empat bulan hingga melahirkan, saat sang permata hati menghirup aroma dunia, di usianya empat bulan, sang ibunda menutup mata untuk selamanya.
Dirawatlah sang bidadri kecil itu hingga kini kelas empat SD/MI, sambil menunggu janji suci Ilahi :

مَا نَنسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَا أَوْ مِثْلِهَا ۗ أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ 
"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?" (2:106).
Kini sang pemuda itu sedang merajut ta'aruf dengan seseorang yang tak disangka sebelumnya, unlogical thinking karena posisinya melebihi dari dirinya, baik dari sisi pendidikan atau sudut lainnya. Dalam benaknya selalu terngiang, barangkali ini kiriman dari Alloh SWT sebagai jawaban atas doa-doanya yang berkepanjangan.
Semoga
Wallohu A'lam Bisshowab



Rabu, 27 Januari 2016

Waton Omong



Kang Mamat : Maaf Kang, Sampeyan itu sebaiknya ngaji dulu sampe katam, baru ndakwahi orang. Kalo tidak nanti sampeyan bisa sesat dan menyesatkan.
Dul Kamdi : Kok bisa begitu Kang? Apa saya harus nunggu katam semua ilmu alat buat dakwah?

Kang Mamat : Ya jelas Kang. Ilmu itu sebelum amal dan ucapan. Jadi sampeyan kudu berilmu dulu, baru ngamal dan ngomel.
Dul Kamdi : Maksudnya berilmu itu gimana to kang?

Kang Mamat : Ya sampeyan kudu rajin ngaji. Mendatangi ustadz-ustadz untuk duduk ngaji bareng mereka.
Dul Kamdi : Saya mau tanya Kang…
“sampeyan itu kan guru baca Al Qur'an. Ngaji Al Qur'an itu kan ngamal kang. Dan miturut sampeyan, ngamal itu kan harus dengan ngelmu, benarkan?”

Kang Mamat : Benar itu. Ngaji baca Al Qur'an itu kudu berilmu.
Dul Kamdi : Sampeyan kan tahu si Tikno Sentot itu baca Al Qur'annya grothal-grathul. Sampeyan kan juga tahu, ngelmu baca dan tajwidnya kurang. Kenapa sampeyan biarkan dia baca Al Qur'an terus, padahal ngelmunya gak punya? Katanya ngelmu dulu baru ngamal kang...?

Kang Mamat : (sambil agak puyeng) Lho itu dia memang kudu sering baca AlQur'an, biar nantinya mahir dan berilmu. Justru walaupun grothal-grathul, dia pahalanya berlipat ganda karena bersungguh-sungguh belajar. Makin banyak jam terbang, makin tambah berilmu dan mahir.
Dul Kamdi : Saat dia baca grothal-grathul itu dia sudah beramal belum Kang?
Dan maksudnya jam terbang itu apa?
Bukankah menambah jam terbang itu itu merupakan amal?
Padahal dia kan belum berilmu.
“Katanya ilmu dulu baru amal”.
Kang Mamat :  iya itu betul. Jadi dengan seringnya dia baca, maka akan membuat dia pandai dan mahir membaca Al Qur'an.

Dul Kamdi : Nah, kalo begitu yang bener "Ilmu dulu baru amal",
atau "rajin ngamal dulu baru ntar dapat ngelmu"...??

Kang Mamat gembrobyos setengah modyar. Ha kok bisa kewolak-walik ini gimana tho...
Yah, begitulah. Banyak yang memahami perkataan "Ilmu itu sebelum amal dan ucapan" dengan pemahaman menuntut ilmunya itu dengan ngaji lungguh sedeku, mirengake pak guru menowo didangu. Menuntut ilmu itu dengan ngaji dimana si murid menghabiskan waktu duduk diam mendengarkan sang ustadz.

Padahal banyak ilmu yang cara menuntutnya itu dengan cara beramal. Baca AlQur'an contohnya, makin sering baca, maka makin pinter. Sebagaimana pilot, sopir truck, dokter, dan hampir semua profesi, makin banyak amal dan praktek, atau sebagaimana kata Kang Mamat "Makin tambah jam terbang" makamakin mahirlah dia.

Lha kalo belajar Al Qur'an cuma menthelengi buku ilmu tajwid diapalne sampe katam, tapi gak pernah nyoba baca, ya gak pinter-pinter sampeyan.
Agama ini diajarkan oleh Sang penutup Para Nabi dengan cara langsung amal dandibimbing. Jadi kalo sampeyan “ngerti” lalu melihat banyak orang awam melakukan amal, jangan digembosi. Tapi datangi, diewangi, sampaikan ilmu sampeyan kepada mereka agar saat mereka ngamal tidak salah dengan cara menemani, bukan ngrecoki. Bukan dengan cara "menyalahkan" tapi justru dengan cara"membenarkan".



Jumat, 22 Januari 2016

Nestapa sebuah Doa



Sodiq adalah anak penggembala kambing yang saleh. Suatu saat, seekor anak kambingnya terperangkap dalam kerumunan singa. Sodiq kebingungan tak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba dia teringat akan apa yang diajarkan oleh sang ustadz saat mengaji di musholla, bahwa dalam kondisi nadir tuhan akan datang menolongnya. Maka, dia pun berdoa agar tuhan menolongnya membebaskan anak kambing dari terkaman singa.

Dia berlutut dan berdoa dengan konsentrasi tinggi. Namun,beberapa menit kemudian, terdengar anak kambing melenguh panjang dan “buuuugg…!!!”, badannya terjatuh tanpa nyawa untuk selanjutnya dirobek-robek singa.

Sampai habis daging dan tulang anak kambing, tuhan tidak juga muncul menolongnya. Akhirnya dia pulang dengan tangis tersedu mengadu bahwa Tuhan tidak kunjung datang ketika dia minta tolong membebaskan anak kambing dari terkaman singa. Dalam pikirnya dia bergumam bahwa Tuhan tidak adil, Bahkan sampai terbawa tidur dan terbangun di esok harinya,masih terngiang dalam benaknya bahwa tuhan pun tidak pernah datang.

Yang justru datang ke tempat dimana anak kambing itu dihabiskan oleh singa adalah seseorang yang kebetulan lewat dekat dia menggembala kambingnya. Dia bukan tuhan, hanya manusia biasa. Namun dia datang ke tempat dimana Sodiq mengharapkan tuhan datang.

Urgensi doa bagi seorang hamba.
Sepenggal kisah diatas barangkali menggelitik kita semua yang mengaku diri kita waras bahwa Doa bukanlah sesuatu yang asing di telinga kita dan dalam benak kita. Insya Allah kita semua telah melakukannya dan telah mengerti maksud dan pengertiannya. Namun, terkadang kita lupa mengerjakannya bila tidak mengalami masalah atau musibah. Karena itu, perlu sekali kita mengetahui urgensi doa dalam kehidupan agar memotivasi untuk memperbanyak doa.

Namun disisi lain kita harus menyadari bahwa segala peristiwa dalam hidup tidak berjalan seperti logika matematika. Kisah perang Hunain mengajarkan kepada kita betapa kelirunya manusia jika percaya sepenuhnya dengan logika matematika itu. Logika matematika dapat dirumuskan : 
“Pasukan dengan jumlah yang banyak pasti menang melawan pasukan dengan jumlah yang sedikit.” 

Pada kenyataannya, terjadi sebaliknya jumlah yang sedikit justru mengalahkan pasukan yang banyak. Kecongkakan pasukan mukmin yang banyak itu terlihat dari kepercayaan mereka terhadap banyaknya jumlah mereka. Sikap kecongkakan itu ada dalam kesadaran mereka sebab kepercayaan terhadap logika matematika itu. Mereka tidak lagi percaya pada perwujudan pertolongan Allah. Padahal mereka telah membuktikannya berulang kali dalam kehidupan mereka.

Barangkali kita pernah menyaksikan dan mendengar perkataan si kaya : 
”Saya akan bayar berapapun agar saya bisa muda kembali.” 
Ungkapan itu menunjukkan fakta eksternal dari orang yang tidak mendapatkan pertolongan-Nya. Fakta ekstenal itu : banyaknya harta tidak memberikan manfaat sedikitpun kepadanya. Fakta eksternal itu memiliki hubungan dengan segala hal di hadapannya. Hal itu disaksikan saat Allah mengambil kembali pertolongan-Nya. Jika banyaknya harta itu tidak memberikan manfaat sedikitpun maka bagaimana dengan sedikitnya? Tentunya harta yang sediikit lebih tidak memberikan manfaat kepadanya karena ia tidak mendapatkan pertolongan-Nya. Betapa sialnya seseorang, jika banyaknya harta benda tidak memberikan manfaat sedikitpun kepadanya. Pastinya manusia dengan banyaknya harta benda akan mengalami kesulitan luar biasa saat mewujudkan impian. Meskipun impian itu bisa dibilang mudah sekali.

Tanpa pertolongan Allah, kita pasti mengalami fakta eksternal bahwa banyaknya jumlah yang banyak tidak memberikan manfaat sedikitpun tapi juga merasakan fakta internal : bumi yang luas itu terasa sempit olehnya. Fakta internal ini lebih berhubungan dengan kondisi pikiran. Dalam keadaan seperti ini, orang tidak lagi memiliki kecerdasan dalam memahami dunia luar. Kita tahu bahwa dunia itu terhamparkan luas di hadapannya. Tapi apa yang disaksikan oleh pikirannya hanyalah kesempitan luar biasa. 

Dengan begitu, berbagai hal di hadapannya tidak lagi memberikan manfaat sedikitpun kepadanya. Jelasnya, kita dapat menarik dua indikator penting saat Allah tidak memberikan pertolongan-Nya kepada manusia. Indikator pertama adalah hilangnya kecerdasan spiritual. Sedangkan indikator kedua adalah kesialan luar biasa dengan berbagai hal di hadapannya.

Siap menerima hasil apa pun setelah kita berdoa dan berikhtiar dengan sungguh-sungguh. Inilah yang disebut percaya kepada takdir Allah yang baik ataupun yang buruk.
Percaya kepada takdir, sebagai bagian dari Rukun Iman, akan melahirkan jiwa syukur saat kita sukses dan akan bersabar saat kita mengalami kegagalan atau musibah. Wallahu a’lam.

Selasa, 19 Januari 2016

Hanyalah Sebuah Perjalanan

Bagiku hidup adalah untaian cerita penuh makna yang abstrak. Membias dalam keseharian di atas kanvas tanpa warna dasar. Saat bahagia, betapa kanvas itu selalu ingin diwarnai dengan tinta warna-warni pelangi. Namun ketika bersedih, kanvas itu seolah-olah basah akan genangan air dan sulit diwarnai kecuali dengan cipratan lumpur ratapan pilu.

Merangkak, duduk, berjalan lalu berlari (baca : kiasan tahap-tahap kehidupan) adalah salah satu fase dalam setiap bentuk kehidupan. Tak ada satupun manusia yang bisa melompati fase tersebut. Alur kehidupan tak pernah berganti meski zaman telah merubah hari dan usang tergantikan pesatnya arus teknologi. Terus bergulir tak berhenti sejenak waktupun saat menggilas kehidupan yang tengah berjalan. 

Menangis atau tertawa, hitam atau putih, baik atau buruk, bising atau sunyi, menjerit atau bungkam hanyalah bagian kecil dari setiap sisi kehidupan. Semua pasti terbagi pada dua sisi, seperti yang telah Tuhan gariskan bahwa segala sesuatu di dunia ini diciptakan berpasang-pasangan. Maha Besar Kuasa-Nya yang telah menciptakan segala sesuatunya secara sempurna dan berimbang.

Panas mentari yang membakar kulit saat ini membuatku terpaku di sudut bisu. Betapa aku merindukan butiran-butiran bening yang jatuh dari langit dan mampu mendamaikan bumi yang gersang akan rintik air.  Semakin ku mengerti bahwa setiap tangisan terkadang mampu meredakan sesak di hati akan sebentuk kegalauan. Tak menutup kemungkinan juga bila bening air di matapun mampu membuat ekspresi kebahagiaan terlihat begitu sempurna. 

Sebongkah kehidupan adalah secarik perjalanan, bukan tujuan. Hidup hanyalah jembatan yang dibangun oleh-Nya dan diciptakan untuk diwarnai seindah mungkin oleh kita, bahkan lebih indah dari warna pelangi yang pernah ada. Memang tak semudah mewarnai gambar di atas secarik kertas, namun bukankah Tuhan telah anugrahkan sempurnanya akal untuk berpikir dan mencerna bagi manusia sebagai mahluk yang paling mulia diantara mahluk lainnya?

 إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَداً
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya Allah SWT hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Luqman (31) : 34).

Indahnya Bismillah

Teringat akan sabda Sang Nabi :
كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لا يُبْدَأُ فِيهِ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فَهُوَ أَقْطَعُ
“Setiap urusan yang baik yang tidak diawali dengan Bismillaahirrahmaanirrahim maka tidak akan mendapat barokah [tak bernilai]”.
Ternyata makna Bismillah sangat luas,
sebuah awal yang baik memang hanya dengan menyebut Bismillah. Bismillahirrahmaanirrahim itu lebih awal dari angka 0.
Kenapa....??
Jawabnya ya karena Allah memiliki Asmaul husna الأول والأخر “al-awwaluu wal akhiruu” (Allah yang berada di awal dan di akhir).
Kalau begitu mana yang lebih awal,
Allah atau angka 0???
Tentu saja Allah SWT.
Angka 0 (nol) merupakan representasi atas segala predikat MakhlukNYA dan merupakan bentuk awal dari sistem & segala ciptaanNYA,
namun angka nol (0) tidak akan sanggup memberi predikat pada asma Allah, karena Allah SWT lebih awal dari itu semua, dan Allah itu Ahad (Maha Esa), orang awam memahaminya dengan “Satu” (tak’ ada dan tak’ sama dengan sesuatu apapun).
Allah adalah Satu (1) dan kita makhlukNYA adalah nol (0),
maka jika Allah (1) dibandingkan dengan makhluk (0) = Tidak Terhingga
1 : 0 = ~
(cannot divide by zero)

Kita sebagai makhlukNYA seharusnya mampu menyadari bahwa kita hanyalah 0 dihadapanNYA,
seperti definisi tentang nol yaitu kosong,
tidak ada, tidak ada kenyataan.
Zero Mind Process.
Kalau kita perhatikan,
sistem dan ciptaan Allah lainnya seperti Bentuk Bumi,
Bulan,
Bintang
dan Matahari,
Gerakan bulan mengelilingi bumi,
bumi mengelilingi matahari
dan matahari mengelilingi galaksi
hingga hal yang paling terkecil pun seperti mekanisme pada sistem atom,
Bahkan gerakan thawaf di ka’bah,
Semua menkonfigurasikan angka nol dan hakekatnya seluruhnya menginti pada yang Satu قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“Qul huwallahu Ahad”
itulah pusat orbit sesungguhnya.

Rabu, 06 Januari 2016

RKA/RKAS

Temen-Temen yang menghendaki file contoh RKA/RKAS dari Bapak Pengawas, silahkan klik link di bawah ini :

http://downloads.ziddu.com/download/25165536/RKS_RKAS.rar.html

semoga bermanfaat


Kamis, 23 Januari 2014

Rona Pelangi


Sisa hujan membalut bumi
Surya tersenyum menyapa kembali
Biaskan warna warni pelangi
Disanalah bersemayam cinta abadi

Saat matahari tahu arti sinarnya
Saat angin tahu arti hembusannya
Saat pelangi tahu arti pesonanya
Saat aku tahu artinya sang aku adanya

Untaian tasbih beriring doa

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى حبيك

Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati tetapkanlah hati kami atas cinta-MU

يَامُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

Wahai Dzat yg membolak-balikan hati teguhkanlah hati kami atas ketaatan kepada-MU

Disanalah bersemayam keabadian cinta
karena hidup tak selalu indah..
namun tidak ada kemanisan tanpa ada kepahitan,
dugaan dan rintanganlah yang mewarnai kehidupan,
untuk mencicipi kebahagiaan perlu ada pengorbanan,
setiap kesenangan akan ada bayaran..
seperti Tuhan hadirkan pelangi selepas hujan,


dan kicau burung yang menyanyikan kedamaian..

Dalam masa alam cerita
Samudera memuai menuju bahtera
Berarak riang bersama Surya
Awan putih, itulah cinta

Riang gembira awan menari
Bertabur cahaya terang mentari
Pertanda tumbuhnya cinta abadi
Sulaiman dan BalQis meniti hati

Putih awan tersaput jelaga
Halilintar merobek, rinai menerpa
Lara Zulaikha tiada abadinya cinta
Kala Yusuf tiada mecintanya

Selasa, 09 April 2013

Hidup Segan Mati Tak Mau


Dalam suatu forum pengajian, Bejo berkeluh kesah pd sang ustad:
Bejo: “Ustad, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati saja.”
Ustad : (dg sesungging senyum), “Oh, kamu sakit.”
Bejo : “Tidak Ustad, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dg kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.”
Ustad : (Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Ustad meneruskan), “Kamu sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, ‘Alergi Hidup’. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan.”
Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah-tangga,bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.
“Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku.”
Bejo : “Tidak Ustad, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup
Ustad :  “Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?”
Bejo : “Ya, memang saya sudah bosan hidup.”
Ustad : “Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang.”
Giliran dia menjadi bingung. Setiap Ustad yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini aneh. Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.
Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “obat” oleh Ustad edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.
Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran masakan Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget! Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di kupingnya, “Sayang, aku mencintaimu.” Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!
Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali, “Mas, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, mas.”
Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, “Hari ini, Bos kita kok aneh ya?”
Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.
Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, “Mas, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu.” Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, “Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu stres karena perilaku kami semua.”

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia membatalkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?
” Ya Allah, apakah maut akan datang kepadaku. Tundalah kematian itu ya Allah. Aku takut sekali jika aku harus meninggalkan dunia ini ”.
Ia pun buru-buru mendatangi sang Ustad yang telah memberi racun kepadanya. Sesampainya dirumah ustad tersebut, pria itu langsung mengatakan bahwa ia akan membatalkan kematiannya. Karena ia takut sekali jika ia harus kembali kehilangan semua hal yang telah membuat dia menjadi hidup kembali.
Melihat wajah pria itu, rupanya sang Ustad langsung mengetahui apa yang telah terjadi, sang ustad pun berkata “Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh, Apa bila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan.”
Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Ustad, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Ah, indahnya dunia ini……
**hemmmmmmmmmm,,, ono-ono wae...***